Sumber Kesaksian: Rahel Halim
Ketika lahir keberadaan Rahel Stefanie tidak berbeda seperti layaknya anak-anak normal lainnya. Namun mulai menginjak usia 6 tahun, terlihat tanda-tanda yang tidak beres pada penglihatannya. Berbagai usaha telah dilakukan oleh orang tua Rahel, namun penglihatan Rahel terus memburuk.
Yulia Halim (Ibu): Saya coba bawa ke dokter di Sukabumi, tapi dokter juga bilang dia nggak tahu apa penyakitnya, dan dianjurkan bawa ke Jakarta.
Sudah banyak dokter yang mereka kunjungi tapi tidak ada penjelasan bagaimana Rahel bisa diembuhkan.
Yulia Halim: Sampai terakhir ada satu dokter yang bilang bahwa anak ini menuju kebutaan.
Hasil pemeriksaan dokter membuat orang tua Rahel sangat terpukul.
Piddy Halim (ayah): Saya mengalami suatu beban yang begitu berat. Saya mengalami stress. Jadi sejak waktu itu selama kurang lebih 3 bulan saya mengalami depresi yang berat sekali.
Yulia Halim: Saya rasa, orang tua mana yang mau punya anak cacat. Waktu itu saya sama papinya Rahel sempat shock. Waktu itu kita nggak bisa bilang apa-apa. Kita cuma bisa bisa nangis karena memang cukup berat, ya.... Ini menghadap kebutaan.
Dokter menyarankan Rahel bersekolah di SLB. Namun orang tua Rahel bersikeras menyekolahkan Rahel di sekolah normal. Akhirnya, Rahel bersekolah di SD swasta terbaik di Sukabumi. Namun gangguan penglihatan yang dialami oleh Rahel sangat mengganggu aktivitasnya di sekolah.
Rahel: Ya waktu SMP karena penglihatan saya makin lama makin menurun dan sikap teman-teman juga kadang-kadang yang buat saya sedih karena kalau saya minta tolong bacain juga mereka ada yang keberatan. Saya berusaha sebisa mungkin saya nggak kelihatan tuna netra. Tapi malah hal itulah yang membuat saya menjadi merasa lain sendiri. Saya pasti cerita sama Tuhan: Tuhan kenapa Tuhan ijinin Rahel seperti ini, sementara Rahel juga kan pengen seperti teman-teman lain. Pengen bisa bergaul, ya apalagi waktu ABG, pengen punya pacar, dilirik cowok....
Memasuki masa SMU, Rahel mulai bisa menerima kondisinya dan kepercayaan dirinya mulai bangkit. Rahel tidak lagi hidup dalam kesendirian walau penglihatannya semakin menurun.
Rahel: Waktu itu Rahel punya satu ayat, yang Rahel juga dapat dari teman Rahel, yang bilang begini: ‘Murid-murid Yesus lagi jalan dan melihat orang buta dan bertanya sama Tuhan Yesus, Tuhan, kenapa dia buta? Apakah ini dosa orangtuanya, ataukah dosa dirinya sendiri jadi dia buta? Tapi Tuhan Yesus berkata bukan dosa siapa-siapa, melainkan ada pekerjaan Tuhan yang akan dinyatakan dalam dirinya' Itu yang buat Rahel kuat.
Tahun 1999, Rahel melanjutkan sekolahnya di Universitas Atmajaya. Selama kuliah dia belajar dengan menggunakan tape recoder. Akhirnya, 4 tahun kemudian Rahel berhasil menyelesaikan kuliahnya dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Tanpa diduga pada saat itulah Tuhan menjawab doa Rahel. Rahel mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai operator telepon. Bahkan melalui kehidupannya, Rahel membawa suatu perubahan ditengah keluarganya.
Piddy Halim: Ya jelas, karena melalui Rahel itu, saya khususnya pribadi begitu juga dengan ibu saya, bisa menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan saya lihat kehidupan Rahel, dia selalu menomorsatukan Tuhan. Dia itu hidup bersandar kepada Tuhan.
Yulia Halim: Saya nggak pernah malu punya anak yang nggak bisa lihat. Saya ama papinya bangga punya anak kayak Rahel. Walau anak ini nggak bisa lihat, banyak kelebihan-kelebihan yang Tuhan kasih sama anak ini.
Rahel: Meskipun sampai saat ini Tuhan belum sembuhkan mata Rahel secara fisik, tapi yang paling Rahel syukuri, Tuhan telah menyembuhkan dan mencelikkan mata hari Rahel lebih dulu sehingga sekarang Rahel bisa lihat betapa baiknya Tuhan dan betapa indahnya rencana Tuhan dalam kehidupan Rahel.
Yohanes 9:2-3 "Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?. Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia".